Teknologi Carbon Capture and Storage (CCS)
Daftar Isi
Perubahan iklim menjadi tantangan global yang mendesak, dengan peningkatan konsentrasi gas rumah kaca, terutama karbon dioksida (CO₂), sebagai penyebab utama. Untuk mengatasi masalah ini, teknologi Carbon Capture and Storage (CCS) muncul sebagai solusi inovatif yang dapat menangkap dan menyimpan CO₂ dari sumber emisi besar sebelum dilepaskan ke atmosfer. Proses CCS melibatkan tiga tahap utama: penangkapan CO₂ dari sumber emisi, transportasi CO₂ ke lokasi penyimpanan, dan injeksi CO₂ ke dalam formasi geologi yang aman, seperti reservoir minyak dan gas yang telah habis atau akuifer asin dalam. Dengan demikian, CCS berperan penting dalam upaya mitigasi perubahan iklim dengan mengurangi konsentrasi CO₂ di atmosfer.
Potensi Implementasi CCS di Indonesia
Indonesia memiliki potensi signifikan untuk menerapkan teknologi CCS. Menurut data, kapasitas penyimpanan CO₂ di Indonesia diperkirakan mencapai 400 hingga 600 gigaton, tersebar di reservoir yang telah habis dan akuifer asin. Potensi ini memungkinkan penyimpanan emisi CO₂ nasional selama ratusan tahun, dengan perkiraan puncak emisi 1,2 gigaton CO₂ ekuivalen pada tahun 2030.
Beberapa proyek CCS telah direncanakan di Indonesia. Misalnya, PT Pertamina (Persero) telah memulai implementasi teknologi CCS/CCUS dengan melakukan injeksi CO₂ di Lapangan Jatibarang sebagai bagian dari upaya meningkatkan produksi migas dan mendukung target emisi nol bersih pada tahun 2060. Langkah ini menunjukkan komitmen Indonesia dalam mengurangi emisi karbon dan berkontribusi pada upaya global dalam mitigasi perubahan iklim.
Tantangan dalam Penerapan CCS
Meskipun menawarkan banyak manfaat, implementasi CCS menghadapi beberapa tantangan. Biaya investasi awal yang tinggi menjadi hambatan utama, karena pembangunan infrastruktur khusus untuk penangkapan, transportasi, dan penyimpanan CO₂ memerlukan dana yang tidak sedikit. Selain itu, kebutuhan akan infrastruktur khusus dan kerangka regulasi yang kompleks juga menjadi tantangan dalam penerapan teknologi ini.
Kekhawatiran publik terhadap potensi kebocoran CO₂ di lokasi penyimpanan juga menjadi isu yang perlu diatasi melalui transparansi dan penelitian yang lebih mendalam. Penting untuk memastikan bahwa lokasi penyimpanan CO₂ aman dan tidak menimbulkan risiko bagi lingkungan dan kesehatan manusia.
Di sisi lain, CCS memerlukan dukungan kebijakan yang kuat dan insentif ekonomi untuk mendorong adopsi yang lebih luas. Pemerintah perlu menetapkan regulasi yang jelas dan memberikan insentif bagi perusahaan yang menerapkan teknologi ini, agar dapat bersaing dengan teknologi energi terbarukan lainnya.
Perkembangan Terbaru dalam Teknologi CCS
Ke depan, CCS diperkirakan akan menjadi bagian integral dari transisi energi global. Selain menangkap CO₂ dari sumber stasioner, CCS juga mulai diterapkan pada teknologi Direct Air Capture (DAC), yang menangkap karbon langsung dari udara. Teknologi DAC menawarkan potensi besar dalam mengurangi konsentrasi CO₂ atmosfer, terutama di sektor-sektor yang sulit didekarbonisasi.
Kombinasi CCS dengan teknologi lain, seperti produksi hidrogen bersih dan bioenergi, juga memberikan peluang besar untuk mengurangi jejak karbon. Misalnya, penggunaan bioenergi dengan penangkapan dan penyimpanan karbon (BECCS) dapat menghasilkan energi bersih sambil mengurangi CO₂ atmosfer.
Peran Kolaborasi dalam Implementasi CCS
Keberhasilan implementasi CCS memerlukan kolaborasi yang kuat antara pemerintah, sektor swasta, dan komunitas global. Pemerintah perlu menetapkan kebijakan yang mendukung dan menyediakan insentif bagi perusahaan yang menerapkan teknologi ini. Sektor swasta diharapkan dapat berinvestasi dalam penelitian dan pengembangan teknologi CCS, serta membangun infrastruktur yang diperlukan. Sementara itu, komunitas global perlu bekerja sama dalam berbagi pengetahuan dan pengalaman, serta menetapkan standar internasional untuk penerapan CCS.